Sebuah Cerita Pendek dari Enggar Tyastiwi. M
Aku cenderung orang yang tertutup.
Aku tidak suka banyak bicara. Aku juga tidak suka keramaian. Orang-orang sering
menemukanku berada di pojok ruangan dengan wajah terbenam pada lembaran buku.
Terkadang aku juga benci dengan orang-orang, sebagian besar mereka menyebalkan.
Maka dari itu aku lebih suka menarik diriku jauh dari keramaian.
Aku tidak menganggap tingkah lakuku
ini aneh. Semua biasa dan normal. Aku juga tidak percaya pada orang-orang,
khususnya pada laki-laki. Laki-laki diciptakan hanya untuk mengacau dan melukai
perempuan. Jangan salahkan aku beranggapan seperti itu.
Aku akan menceritaknnya awal mula
aku seperti ini. Umur 5 tahun aku sudah mendapat tontonan kekerasan secara
langsung di rumah. Seorang pria yang aku panggil Ayah setiap hari banyak
bicara, suaranya keras hingga aku harus menutup telingaku. Sentuhan tangannya
meninggalkan cairan merah pada dahi ibuku.
Ayah pergi dari rumah lewat pintu
belakang, namun sebelumnya ada suara letusan keras. Dan dahi ibu berlubang
mengeluarkan semakin banyak cairan merah. Disaat itu pula orang-orang datang
mengerumuni rumahku. Mereka semua berisik! Bahkan salah satu dari mereka
menjerit histeris sambil mengarahkan telunjuknya padaku. sudahku bilang,
orang-orang memang menyebalkan.
Ternyata mereka bukan menunjuk
padaku, tapi pada seseorang tepat di belakangku. Aku tengok ke belakang
ternyata Ayah. Aku kira dia sudah pergi tadi. Namun aku merasakan sesuatu yang
dingin dan tajam menyentuh kulit leherku bersamaan dengan Ayah yang memelukku
dari belakang. Orang-orang semakin menjerit tidak karuan. Kepalaku pusing
mendengar suara bising mereka.
Polisi datang untuk menangkap
Ayahku dan mereka berhasil. Tapi polisi gagal menolongku. Benda yang dingin dan
tajam tersebut telah menembus ke dalam leherku dan mengeluarkan cairan merah
sama seperti ibu. Kepalaku semakin pusing, pandanganku semakin gelap dan blur.
Aku tidak kuat menahan bobot tubuhku sendiri. Rupanya cairan merah ini sangat
berpengaruh pada diriku. Semakin banyak cairan itu keluar, semakin lemahlah aku.
Aku terbangun dan bangkit, tapi
ragaku tidak ikut bangkit. Aku bisa melihat sendiri ragaku tergeletak di lantai
dibanjiri cairan merah. Aku menyentuh ragaku sendiri, namun tanganku
menembusnya. Dan aku melihat diriku sendiri, seluruh tubuhku tembus pandang.
Apa yang terjadi padaku? Dan dimana Ayahku sekarang? Kenapa orang-orang
menangisi ragaku? Mengapa mereka menutup tubuhku dengan koran?
Semenjak kejadian itu, ketika aku
berjalan dari rumah ke rumah, pasti orang-orang menjerit ketakutan dan lari
terbirit. Apa yang salah denganku? Aku hanya ingin mencari hiburan, aku bosan
tidak punya teman. Aku juga tidak tau keberadaan Ayah dan ibuku saat ini.
Aku terus berjalan mencari sesuatu
yang dapat menghiburku. Dan akhirnya aku menemukan sebuah buku yang menarik, di
salah satu kamar tetanggaku. Aku tertarik melihatnya dan aku juga senang berada
di pojok kamar sambil mengebet lembar buku.
Tapi aku benci, aku selalu di usir
dari kamar. Mereka bilang itu bukan tempatku. Aku sedih kenapa setiap orang
membenciku? Tidak menginginkanku? Aku hanya butuh tempat tinggal. Karena selalu
diusir, aku terus pindah tempat dari rumah ke rumah untuk menemukan kamar yang
nyaman dan untukku mengebet buku di sana. Tapi sebelum aku pindah, aku
meninggalkan cairan merah pada mereka yang mengusirku secara kasar. Orang-orang
memang menyebalkan, mereka pantas mendapatkan itu.
Jika kalian menemukanku di pojok
kamar, jangan usir aku. Aku tidak akan mengganggu. Aku hanya butuh tempat
tinggal. Jika kalian tidak nyaman aku di sana, usirlah aku dengan sopan.
Bacakan aku ayat-ayat yang dapat membawaku ke tempat yang seharusnya aku
berada.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
0 komentar:
Posting Komentar