Sebuah Cerita Pendek dari Enggar Tyastiwi. M
Namaku Lili, Lili Jean 16 tahun.
Aku hanya perempuan biasa, tidak ada yang spesial dalam diriku. Aku tidak
cantik, tidak kaya, tidak terlalu pintar (tidak bodoh juga), pendiam dan tidak
pandai bergaul.
“Aku tidak cantik” kata-kata tersebut yang muncul dibenakku setiap
kali bercermin. Tubuhku menyedihkan gendut tak berbentuk, kulitku tidak putih
cenderung dekil dan wajahku selalu berminyak (padahal aku membersihkannya
setiap saat), rambutku tipis mudah kusut. Aku tidak punya banyak uang untuk
perawatan seperti gadis lain, pergi ke salon atau beli produk perawatan. Jadi
aku biarkan diriku ini apa adanya, walaupun kadang aku membencinya. Tapi dari
itu semua, aku bersyukur Tuhan memberiku sedikit kelebihan pada otakku.
Sehingga aku tidak benar-benar ‘ngeblangsak’.
“Aku tidak kaya” kata-kata tersebut selalu muncul di batinku ketika
aku mulai iri dengan anak-anak lain yang punya segalanya. Aku berusaha untuk
mengontrol setiap keinginanku dengan ucapanku tersebut. Karena aku bukan orang
kaya. Ayahku hanya seorang pekerja di perusahaan teknologi, dan Ibu bilang gaji
Ayah cukup. Namun aku sendiri tidak pernah tau berapa nominalnya. Dan aku juga
tidak pernah tau gajinya cukup untuk apa. Untuk makan? Untuk pendidikanku?
Entahlah!
“Pendiam” ya, itu aku. Aku tidak banyak bicara, bicara itu
melelahkan. Lagi pula aku tidak punya hal menarik untuk diceritakan. Kebanyakan
hari-hariku dimulai dan berakhir begitu saja. Tanpa kenangan di dalamnya.
“Tidak pandai bergaul” kalian bisa menyimpulkan sendiri dari
penjelasan-penjelasan di atas. Semua itu menyebabkan Minder, aku selalu minder
untuk memulai pertemanan baru. Aku minder karena tidak cantik, tidak modis,
tidak up-to-date dan aku pendiam serta membosankan, serta aku sama sekali bukan
tipe gadis dari seorang pria.
Aku benci ketika orang-orang hanya
respect pada seorang wanita karena kecantikannya. Oh really? Does beauty really
matter to you?. Aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar pada orang-orang yang
suka memberi perlakuan berbeda pada yang cantik. Seperti selalu menawarkan
pertolongan, memberi perhatian lebih, dan wanita cantik seperti lebih dilihat
dari pada yang tidak cantik.
Aku iri, jujur sangat iri pada
wanita cantik. Apakah aku harus jadi cantik atau kaya raya dahulu agar
orang-orang melihatku? Aku si manusia tak terlihat di kelas, bukan tak
terlihat, tak dihiraukan tepatnya. Pernah sekali aku pergi memakai make-up,
namun tetap saja tidak ada yang melirik atau menyapaku.
Aku tidak munafik, aku pun akan
memberikan perlakuan lebih pada yang tampan, namun aku tidak pilih kasih bagi
yang jelek. Karena aku tau rasanya diperlakukan pilih kasih. Lantas apa yang
harus aku lakukan agar orang-orang melihatku atau menyadari keberadaanku?
Dengan prestasi? Itu sulit! Aku pernah mencobanya dan gagal.
Meneror semua orang di sekolah? Itu
konyol! Yang ada aku akan ditangkap polisi. Sekalinya seseorang menyadari
keberadaanku, dia membullyku dengan ucapannya yang menyakitkan hati. Aku marah!
Aku sedih! Aku benci orang-orang! Mereka terlalu jahat.
Dan aku tau satu hal yang dapat
membuatku dilihat orang-orang!
Aku pergi ke lantai teratas di
sekolahku. Pemandangan di atas sangat indah! Jika aku bisa terbang, mungkin
orang-orang akan melihatku. Kemudian aku terbang, namun hanya beberapa detik.
Setelah itu aku merasakan tubuhku sakit luar biasa, namun aku masih bisa
melihat walaupun berat.
Kali ini aku benar! Orang-orang
datang mengerumuni untuk melihatku. Di kerumunan itu pula aku melihat seorang
pria bersayap, dan dia menarikku paksa untuk bangkit. Pria bersayap itu bilang
“keinginanmu terkabul! Orang-orang melihatmu sekarang! Namun sebagai gadis yang
bunuh diri. Terjun dari atas gedung karena tidak tahan di bully. Sekarang ikut
aku, dan Tuhan akan melihatmu.”